Monday, January 18, 2016

Cara Pandang

Seorang ibu bersedih setiap hari, ia akan menangis jika hujan turun dan ia akan menangis juga jika hujan tidak turun.

Suatu hari, Guru Zen lewat didekatnya ketika ia sedang tersedu sedan, Guru Zen pun menghampirinya dan bertanya,
"Ibu, mengapa menangis? Apa yang membuat Ibu sedih?"

Ibu itupun bercerita, "Guru, saya punya dua anak perempuan. Yang sulung menjual minuman sedang yang bungsu menjual payung."

"Jika cuaca cerah, saya sedih memikirkan anak bungsu yang menjual payung. Payungnya pasti tidak laku. Dan jika hujan turun, saya sedih memikirkan anak sulungku. Minuman yang dia jual pasti tidak laku."

Dengan bijak, Guru Zen memberi nasihat pada si ibu, "Ibu, cobalah ubah cara pandangmu: Jika cuaca cerah, pikirkan anak sulungmu, minuman yang dia jual pasti akan laku. Dan jika hari hujan, pikirkan anak bungsumu, payung yang dia jual pasti akan laku. Dengan demikian Ibu tidak perlu bersedih lagi."

Si ibu merenungkan kata-kata Guru Zen dan meresapinya.
Sejak itu, ibu tersebut tidak lagi menangis, baik hari hujan maupun tidak hujan.

Biksu dan Kalajengking

Dua orang biksu sedang mencuci mangkoknya di pinggir sungai. Saat itu mereka melihat seekor kalajengking yang hampir terhanyut di sungai. Tanpa ragu-ragu, salah seorang biksu meraup kalajengking itu dengan tangan dan meletakkannya di atas tanah. Si kalajengking menyengat sang biksu ketika dia meraupnya, namun sang biksu tidak bereaksi dan kembali mencuci mangkoknya.

Ketika dia kembali mencuci mangkuknya, si kalajengking kembali jatuh ke dalam sungai. Biksu itu kembali menolongnya, dan juga disengat lagi.
 
Biksu satunya dengan penuh keheranan bertanya, "Mengapa kamu tetap menolongnya meski kamu tahu bahwa sifat bawaan kalajengking itu adalah menyengat?"
 
Biksu yang pertama tadi menimpali, "Karena sudah sifat bawaan saya untuk menolong."