Monday, July 22, 2013

Berbuat Bajik

Di suatu desa, hiduplah seorang anak yatim piatu yang tinggal sebatang kara. Untuk bertahan hidup, anak tersebut hanya mengandalkan belas kasihan orang desa. Jika ada penduduk desa yang berbaik hati memberikan makanan, maka anak tersebut bisa makan. Namun jika tidak ada yang memberi, maka anak tersebut harus menahan lapar sepanjang hari.

Suatu hari seorang pemancing yang kebetulan lewat melihat anak tersebut menangis kelaparan. Timbullah belas kasihan dalam hatinya. Dengan sabar pemancing tersebut memasak ikan hasil tangkapannya dan memberi anak itu makan. 

Setelah anak itu selesai makan dan pulih fisiknya, pemuda itu mengajaknya ke tepi sungai. Sesampainya di sungai, anak itu diberikan kail dan diajari cara memancing, mulai dari mencari umpan, membuat pancingan dan memilih lokasi yang banyak ikannya.

Kini anak tersebut tidak pernah kelaparan lagi. Berbekal kail dan pengetahuan memancing yang diberikan si pemancing, anak tersebut bisa memancing untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Jika ikan hasil pancingan lebih banyak dari yang bisa dia makan, ikan yang lebih dia jual ke penduduk desa untuk ditukarkan dengan barang lainnya.

Wednesday, July 17, 2013

Tanpa Tujuan

Seorang pemuda sedang berada di atas kuda yang berlari dengan sangat kencang. Seseorang melihatnya lalu berteriak kepadanya, "Kencang sekali Anda berkuda, mau kemanakah Anda?"

Pemuda tersebut berbalik dan menyahut, "Saya tidak tahu, tanya saja kudanya."

Bendera dan Angin

Pada suatu hari yang berangin, dua biarawan memperdebatkan sebuah bendera yang berkibar.

Yang pertama mengatakan, "Benderalah yang bergerak, bukan angin."

Yang kedua berkata, "Bukan, anginlah bergerak, bukan bendera."

Guru Zen yang kebetulan lewat berkata, "Angin tidak bergerak. Bendera pun tidak bergerak. Pikiran kalianlah yang bergerak."

Prinsip Dasar

Seorang murid baru datang kepada Guru Zen dan memohon, "Aku baru bergabung di perguruan ini, mohon agar  Guru bersedia mengajari aku prinsip-prinsip dasar ajaran Zen."

"Sudahkah kamu makan malam?", tanya Guru Zen.

"Sudah Guru."

"Sekarang cucilah mangkuk tempat makanmu."

Membakar Patung Buddha

Pada suatu malam di musim dingin, Guru Zen dan murid-muridnya mengigil kedinginan. Semua kayu bakar sudah habis. Guru Zen pun mengambil patung Buddha dari kayu kemudian membakarnya. Kontan saja ini mengundang pertanyaan dari murid-muridnya.
 
"Guru, bukankah kita tidak diperbolehkan membakar patung Buddha?"

Guru Zen menjawab, "Yang masih bisa terbakar bukan Buddha."

Memberi Lonceng Pada Kucing

Suatu hari tikus-tikus berkumpul untuk berdiskusi dan memutuskan untuk membuat rencana yang akan membebaskan mereka selama-lamanya dari musuh mereka, yaitu kucing. Mereka berharap paling tidak mereka akan menemukan cara agar tahu kapan kucing tersebut akan datang, sehingga mereka mempunyai waktu untuk lari. Karena selama ini mereka terus hidup dalam ketakutan pada cakar kucing tersebut dan mereka terkadang sangat takut untuk keluar dari sarangnya di siang hari maupun malam hari.

Banyak rencana yang telah didiskusikan, tetapi tak ada satupun dari rencana tersebut yang mereka rasa cukup bagus. Akhirnya seekor tikus yang masih muda bangkit berdiri dan berkata:

"Saya mempunyai rencana yang mungkin terlihat sangat sederhana, tetapi saya bisa menjamin bahwa rencana ini akan berhasil. Yang perlu kita lakukan hanyalah menggantungkan sebuah lonceng pada leher kucing itu. Ketika kita mendengar lonceng berbunyi, kita bisa langsung tahu bahwa musuh kita telah datang."

Semua tikus yang mendengar rencana tersebut terkejut karena mereka tidak pernah memikirkan rencana tersebut sebelumnya. Mereka kemudian bergembira karena merasa rencana itu sangat bagus, tetapi di tengah-tengah kegembiraan mereka, seekor tikus yang lebih tua maju ke depan dan berkata:

"Rencana dari tikus muda itu sangatlah bagus. Tetapi ada satu pertanyaan: Siapa yang akan mengalungkan lonceng pada kucing tersebut?"

Friday, May 10, 2013

Anjing dan Bayangannya

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. 

Anjing ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya, lalu dia pun menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai hendak merampas tulang yang lebih besar itu. 

Setelah mencari ke sana sini, anjing itu tidak menemukan tulang yang hendak dia rampas, dan akhirnya dia harus bersusah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang diambil anjing lain yang kebetulan melewati jembatan itu.

Wednesday, May 8, 2013

Keledai dan Muatan Garam

Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, di mana keledai tersebut dimuati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang ke rumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.

Tuesday, May 7, 2013

Puisi Bau Kentut

Seorang cendekiawan yang telah mempelajari konsep Buddhisme dari Guru Zen, pada suatu hari membuat suatu puisi yang menurutnya merupakan pencerminan keadaan batinnya yang tenang, tentram dan bahagia. Dalam puisinya tersebut, dilukiskan bagaimana dia telah mencapai keadaan batin yang damai, kokoh, tidak terpengaruh oleh bahkan delapan mata angin sekalipun.

Sungguh bangga sekali sang cendekiawan akan puisi barunya tersebut, sehingga dia berniat untuk mengirimkan kepada Guru Zen yang tinggal di seberang sungai, dengan harapan akan memperoleh pujian. Sang cendekiawan pun segera mengirimkan kurir untuk menyampaikan puisinya tersebut, yang diberi judul "Hati yang Tiada Tergoyahkan". Setelah Guru Zen menerima kiriman puisi tersebut dan membacanya, di mana oleh kurir sang cendekiawan dimintakan agar gurunya dapat menuliskan kesannya, maka beliau menuliskan sesuatu di balik kertas puisi tersebut dan diserahkannya kembali melalui kurir.


Sang cendekiawan menunggu kedatangan kurirnya untuk membaca pujian yang disampaikan oleh Guru Zen, dan segera dibuka sampul berisi kertas puisinya. Betapa marahnya sang cendekiawan menemukan tulisan gurunya berupa tinta merah dengan tiga huruf besar, "PUISI BAU KENTUT". Sungguh geram sang cendekiawan, dia menilai Guru Zen benar-benar tidak mengerti ungkapan yang mendalam dari dia akan konsep Buddhisme tentang keseimbangan batinnya. Cendekiawan itu pun memutuskan untuk segera ke seberang sungai menemui Guru Zen.


Sesampainya di tempat gurunya, sang cendekiawan menanyakan dengan emosi yang ditahan, "Kenapa Guru mencela puisi saya, apakah Guru tidak bisa menangkap arti kiasan yang begitu mendalam dari puisi ini?"


Guru Zen tersebut tertawa dan berkata; "Ha...ha....ha..., lihatlah dirimu sendiri muridku, baru terkena satu angin kentut saja, kamu sudah terbirit-birit ke sini..., apalagi kalau diterpa delapan mata angin sekaligus!"

Lentera Untuk Orang Buta

Suatu sore, seorang pria buta mengunjungi seorang teman dan berbincang-bincang hingga larut malam. Ketika hendak pulang, temannya menawarkan sebuah lentera untuk dibawa pulang.

“Aku tidak butuh lentera,” katanya. “Kegelapan atau cahaya sama saja bagiku.”

“Aku tahu kamu tidak butuh lentera untuk menunjukkan jalanmu,” ujar temannya. “Tapi jika kamu tidak membawa satu, orang lain bisa menabrakmu. Jadi kau harus mengambilnya.”

Pria buta itupun menerima tawaran temannya dan berjalan pulang. 

Di tengah perjalanan, angin berhembus kencang memadamkan lentera yang dibawa si pria buta itu. Tak lama kemudian seseorang menabraknya hingga terjatuh.

“Lihat kemana jalanmu!” teriaknya pada orang asing itu. “Tidak bisakah kau lihat lentera ini?"

Orang Buta dan Gajah

Sejumlah warga kota sedang beradu argumen tentang Tuhan dan agama yang berbeda-beda, masing-masing tidak setuju pada jawaban yang biasa. Maka mereka mendatangi Guru Zen untuk mencari tahu seperti apa Tuhan itu sebenarnya.

Guru Zen mengajak warga ke sebuah kandang gajah dengan membawa serta empat orang buta. Ia kemudian mengarahkan keempat orang buta itu ke dekat gajah dan menyuruh mereka mencari tahu bagaimana rupa gajah itu.

Orang buta pertama menyentuh kaki gajah dan mengatakan bahwa gajah itu seperti sebuah pilar. Orang buta kedua menyentuh perut gajah dan mengatakan gajah itu seperti dinding.

Orang buta ketiga menyentuh telinga gajah dan mengatakan gajah itu seperti sepotong kain. Orang buta keempat memegang ekor gajah dan mengatakan gajah itu seperti sepotong tali.

Keempatnya kemudian berargumen tentang “wujud” seekor gajah.

Guru Zen berkata pada orang-orang kota itu, “Setiap orang buta itu menyentuh gajah tapi masing-masing memberikan deskripsi yang berbeda tentang hewan itu. Jawaban mana yang benar?”

Pemanjat Tebing

Suatu hari ketika berjalan melewati hutan seorang pria bertemu dengan seekor harimau yang ganas. Dia lari dan berhenti di pinggir sebuah tebing. Putus asa untuk menyelamatkan nyawanya, dia memanjat turun menggunakan sulur tanaman dan menjuntai di pinggir tebing.

Ketika ia menggantung di sana, dua ekor tikus muncul dari sebuah lubang di tebing itu dan mulai menggigiti sulurnya.

Tiba-tiba pria itu melihat buah berry liar pada sulur itu. Dia memetik dan memakan buah berry itu. Hmm.. Rasanya sangat lezat!

Monday, May 6, 2013

Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya

Dikisahkan ada dua orang biksu yang bersahabat karib. Kemana-mana keduanya selalu bersama-sama. Namun pada siklus kehidupan berikutnya, mereka terpisah. Yang satu menjadi dewa di surga. 

Sang dewa pun mencari temannya. Dicari di surga, tidak ketemu. Dicari di dunia manusia, tidak ketemu. “Tidak mungkin menjadi hewan!”, pikirnya. Tapi karena begitu besar cintanya pada sahabatnya itu, akhirnya dia cari juga di dunia hewan. 

Singkat cerita, sang dewa menemukan temannya dilahirkan kembali menjadi seekor cacing di sebuah kotoran sapi. Karena kasihan, sang dewa pun mengajaknya untuk tinggal di surga. Namun si cacing tidak mau, dia ingin tetap berada di kotoran sapi itu. 

Sang dewa pun menceritakan keadaan di surga, bahwa setiap sesuatu akan ada hanya dengan memikirkannya. Jika ingin hidangan lezat, istana megah atau pakaian indah; tinggal memikirkannya saja. 

Lalu si cacing bertanya,”Apakah di surga ada kotoran sapi?” 

“Tentu saja tidak!”, jawab sang dewa. 

“Kalau begitu aku tidak mau!”, jawab si cacing sambil membenamkan dirinya dalam-dalam ke dalam kotoran kesayangannya. 

Sang dewa berpikir bahwa si cacing mungkin akan berubah pikiran jika dia sudah melihat surga. Dengan menutup hidung, sang dewa memasukkan tangannya yang lembut ke dalam kotoran. Namun si cacing tetap aja menolak dan mengelak. 

Sampai 108 kali sang dewa mencoba menariknya dari kotoran, namun si cacing tetap saja tidak mau. Akhirnya sang dewa menyerah, dan meninggalkan si cacing dalam kotoran kesayangannya.

Guru Bagi Diri Sendiri

Seorang murid berlutut untuk menerima inisiasi masuk perguruan. Sang guru lalu membisikkan mantra rahasia ke telinga sang murid, dan memperingatkannya agar tidak memberitahukan mantra rahasia itu kepada orang lain.

"Apa yang akan terjadi jika aku memberitahukan mantra rahasia ini kepada orang lain?" tanya sang murid.

Sang guru menjawab, "Semua orang yang kamu beritahu itu akan tercerahkan dan terbebas dari segala penderitaan, namun dirimu sendiri akan dihukum berat, dikucilkan, dan dikeluarkan dari perguruan.

Tak lama setelah inisiasi selesai, sang murid bergegas ke sebuah pasar, mengumpulkan orang ramai, dan memberitahukan mantra itu kepada semua orang di sana.

Murid lain yang menyaksikan hal itu, melaporkan perbuatannya kepada sang guru dan berharap agar dia dihukum berat dan dikeluarkan dari perguruan.

Sang guru tersenyum dan berkata, "Dia tidak lagi membutuhkan bimbingan dariku. Perbuatannya itu menunjukkan bahwa dia sudah menjadi guru bagi dirinya sendiri."

Tindakan Nyata

Pada suatu hari, Raja Min menyamar menjadi rakyat biasa dan meletakkan sebongkah batu besar di tengah jalan ibu kota. Dia bersembunyi sambil mengamati apakah akan ada orang yang akan memindahkan batu tersebut.

Banyak pedagang kaya dan pejabat negara lalu lalang tanpa menghiraukan batu yang menghalangi jalan tersebut. Beberapa di antara mereka bahkan menyalahkan raja, mengatakan bahwa raja tidak becus mengurus negaranya. Pikir mereka seharusnya raja menyuruh bawahannya memindahkan batu tersebut.

Setelah beberapa saat, seorang pedagang sayur dengan pikulan dua keranjang penuh sayur di pundak berhenti di depan batu besar tersebut. Sang pedagang sayur pun berusaha sekuat tenaga mendorong batu besar ke tepi jalan agar tidak menghalangi orang yang lalu lalang.

Begitu terkejutnya sang pedagang sayur karena menemukan sekantong emas di bawah batu besar tersebut. Sang pedagang sayur pun bergegas ke istana, bermaksud meminta raja mengumumkan penemuannya itu ke seluruh negeri, agar sang pemilik emas itu mengambil kepunyaannya.

Sang rajapun mengatakan bahwa emas itu adalah miliknya dan akan diberikan seluruhnya kepada sang pedagang sayur.

"Negara ini membutuhkan pejabat yang jujur dan peduli pada rakyat", kata sang raja. Sang pedagang sayurpun diangkat menjadi pejabat negara oleh sang raja.

Burung Gagak dan Sebuah Kendi

Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit. Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.

Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat dicapai oleh sang burung gagak.

Pemerah Susu dan Embernya

Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir dan membayang-bayangkan rencananya ke depan.

"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri, "akan memberikan saya banyak krim untuk dibuat. Saya akan membuat mentega yang banyak dari krim itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki usaha yang bagus saja!"

Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta susu kebanggaannya.