Saturday, January 10, 2009

Ketakutan

Pada suatu sore, Guru Zen mengajak dua muridnya untuk bermeditasi di hutan.

Setelah mereka bermeditasi beberapa saat, malampun tiba. Kegelapan mulai meliputi seluruh hutan dan suara-suara yang tidak menyenangkan pun bermunculan. Kedua muridnya mulai ketakutan dan terganggu konsentrasinya.

Mengetahui hal itu, Guru Zen berkata, "Murid-muridku, mengapa kalian takut pada suara-suara di luar? Bukankah yang paling menakutkan itu sesungguhnya adalah ketakutan yang ada di dalam pikiran kalian itu sendiri?"

Mendengar perkataan Guru Zen, kedua muridnya itu pun tercerahkan dan kembali melanjutkan meditasi mereka tanpa diliputi ketakutan lagi.

Sunday, January 4, 2009

Mengeluh

Suatu hari, seorang murid Guru Zen mengeluh kepada Sang Guru atas kelakuan kakak seperguruannya.

"Guru, aku mulai tidak suka akan kelakuan kakak seperguruan. Ketika berbicara, dia selalu membicarakan kejelekan orang lain. Bukankah hal itu tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang murid Buddha?"

Mendengar keluhan muridnya itu, Guru Zen tersenyum dan menyuruhnya untuk bermeditasi mengamati batinnya.

Keesokan harinya, murid tersebut menghampiri Guru Zen.

"Guru, sewaktu meditasi, aku memperhatikan bahwa batinku dipenuhi dengan kebencian. Setelah bermeditasi agak lama akhirnya aku bisa mengendapkan kebencian itu. Namun, setelah kebencian itu mengendap, muncul kebingungan dalam batinku."

Mendengar hal itu, Guru Zen tersenyum dan menyuruhnya untuk melanjutkan meditasinya.

Keesokan harinya, murid tersebut kembali menghampiri Guru Zen.

"Guru, setelah bermeditasi agak lama, aku sudah bisa mengendapkan kebingungan dalam batinku. Setelah kebingungan mengendap, timbul rasa bersalah kepada kakak seperguruanku itu. Akupun menyadari bahwa aku tidak berbeda dengan orang yang kucela. Yang seharusnya aku lakukan adalah memperbaiki diriku sendiri."

Guru Zen berkata, "Bagus. Demikianlah seharusnya kamu harus melatih diri."

Friday, January 2, 2009

Barang Antik Jendral

Seorang jendral perang sedang mengagumi barang antiknya yang sangat berharga. Tiba-tiba barang antiknya itu tersenggol oleh anaknya yang sedang bermain. "Haiya!!! Hampir saja jatuh", sorak sang jendral dengan keringat bercucuran.

Kemudian dia berpikir, "Aku telah memimpin sepuluh ribu pasukan dalam medan perang dan tak pernah gentar menghadapi musuh yang ganas, bahkan aku tidak pernah takut mati. Mengapa aku begitu cemas hanya karena cangkir sekecil ini?"

Ia akhirnya menyadari bahwa kecintaan yang melekat, yang membawa rasa takut kehilangan itulah yang menimbulkan kecemasannya. Ia pun melempar cangkir itu melewati bahunya dan cangkir itu hancur.