Wednesday, November 26, 2008

Mengikuti Arus

Alkisah, diceritakan ada seorang tua yang tanpa sengaja terjatuh ke dalam sungai yang berarus sangat deras. Sungai itu mengalir menuju air terjun yang terjal dan berbahaya. Orang-orang yang melihatnya menjadi sangat takut akan keselamatan orang tua itu. Namun, secara menakjubkan orang tua tersebut keluar dalam keadaan hidup dan tidak terluka dari dasar air terjun. Orang-orang pun bertanya bagaimana ia bisa selamat.

"Saya menyesuaikan diri terhadap arus air sungai, bukan arus itu yang menyesuaikan diri terhadap saya. Dengan begitu, saya memasrahkan diri mengikuti air yang membawa saya. Sambil tenggelam ke pusaran, saya keluar dari pusaran air. Begitulah akhirnya saya selamat."

Tuesday, November 25, 2008

Rumusan

Seorang pertapa pulang dari pertapaannya di hutan. "Katakanlah, seperti apakah Tuhan itu!" tanya orang-orang mendesak.

Tetapi bagaimana mungkin mengungkapkan dalam kata-kata hal yang mereka tanyakan itu? Mungkinkah mengungkapkan hal yang mutlak dalam kata-kata manusiawi?

Akhirnya ia memberi mereka sebuah rumusan, begitu kurang tepat dan serampangan, dengan harapan bahwa beberapa dari antara mereka mungkin akan tertarik untuk mencari tahu sendiri.

Mereka berpegang kuat pada rumusan itu. Mereka mengangkatnya menjadi naskah suci. Mereka memaksakannya kepada setiap orang sebagai kepercayaan suci. Mereka bersusah-payah menyebarkannya di negeri-negeri asing. Bahkan ada yang mengorbankan nyawanya demi rumusan itu.

Pertapa itu pun menjadi sedih. Mungkin lebih baik, seandainya dulu dia tidak pernah berbicara.

Saturday, November 22, 2008

Bercermin ke Dalam

Dahulu kala, ada seorang murid Guru Zen yang selalu membawa sebuah cermin ke mana pun ia pergi. Murid lain yang lebih muda melihat hal itu dan berpikir, "Kakak seperguruanku ini mungkin begitu melekat pada tampilan fisiknya sehingga ia membawa cermin ke mana pun ia pergi. Seharusnya ia tidak perlu khawatir dengan penampilan luar karena yang lebih penting adalah apa yang ada di dalam."

Dipengaruhi rasa penasarannya, murid tersebut mendekati kakak seperguruannya dan bertanya, "Kakak, mengapa Anda selalu membawa cermin?" sambil berpikir bahwa kakak seperguruannya ini telah melakukan kesalahan.

Kakak seperguruannya itu kemudian mengambil cermin tersebut dari dalam tasnya dan menunjukkan cermin itu kepada adik seperguruannya. Kemudian ia berkata, "Saya menggunakan cermin ini pada saat saya menghadapi masalah. Saya melihat ke dalamnya dan cermin ini menunjukkan sumber masalah saya sekaligus solusinya."

Monday, November 17, 2008

Hilangkan Batu Hambatan Orang Lain

Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada sepasang kakak beradik yang masing-masing membawa satu buntelan untuk berkunjung ke kota lain.

Sepanjang perjalanan, buntelan yang berat itu merepotkan kedua orang bersaudara ini. Buntelan berat itu dipikul bergantian di bahu kiri dan kanan.

Tiba-tiba kakaknya berhenti di tepi jalan dan membeli sebatang bambu kemudian mengikat kedua buntelan tersebut, satu di kiri, satu di kanan. Kakak merasa lebih mudah memikul dua buntelan daripada sebuah buntelan tadi. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan perasaan bahagia.

Friday, November 14, 2008

Kebahagiaan

Seorang murid Guru Zen bertanya kepada Sang Guru.

"Guru, apakah yang sebenarnya kita cari dengan hidup sesuai Ajaran Buddha?"

"Kebahagiaan."

"Bagaimana kebahagiaan itu bisa ditemukan?"

"Bagai air yang tenang jika tidak ada usikan, kebahagiaan ditemukan jika penderitaan lenyap."

"Lalu, bagaimana penderitaan itu bisa lenyap?"

"Penderitaan lenyap jika hawa nafsu lenyap."

Thursday, November 13, 2008

Persiapan

Guru Zen diundang untuk berceramah di sebuah desa di timur. Ia tiba di desa satu hari sebelum acara dan melihat semua orang sibuk menyikat ruangan untuk mengantisipasi kedatangannya keesokan harinya. Guru Zen pun menggulung bagian tangan jubahnya dan meminta dengan sangat supaya ia diikutsertakan dalam persiapan menyambut kedatangannya itu.

Tuesday, November 11, 2008

Aku

Suatu hari, seorang pemuda penganut agama kepercayaan mengumpat sambil melempari biara kediaman Guru Zen dengan batu.

"Manusia-manusia sesat, segeralah bertobat! Kalian penyembah setan pasti masuk neraka!" sorak pemuda itu.

Melihat kejadian tersebut murid-murid Guru Zen segara memberitahu Sang Guru kekacauan yang terjadi di depan biara.

Guru Zen pun segera keluar menemui pemuda itu. Dengan tenang Guru Zen mendengar umpatan-umpatan tersebut hingga pemuda itu akhirnya kelelahan dan berhenti mengumpat.

Setelah pemuda itu tenang, Guru Zen memberikan pengertian tentang Ajaran Buddha kepada pemuda tersebut hingga pemuda tersebut mengerti. Pemuda itu pun sadar dan meminta maaf atas kelakuannya.

Murid-murid Guru Zen takjub melihat kesabaran Guru Zen menghadapi pemuda tadi.

"Guru, kami kagum kepadamu Guru. Engkau begitu sabar, tidak sedikitpun menunjukkan kemarahan ketika diumpat."

"Murid-muridku, aku bisa sabar karena aku tidak menemukan alasan untuk marah. Pemuda yang tadi tidak sama lagi dengan dia yang sekarang, dan aku yang tadi juga tidak sama lagi dengan aku yang sekarang. Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini."

Sunday, November 9, 2008

Tergesa-gesa

Seorang pemuda pergi menemui Guru Zen untuk berguru kepadanya. Kata pemuda itu kepada Guru Zen: "Saya akan mencurahkan waktu dan pikiran saya untuk mempelajari Ajaran Buddha. Kira-kira berapa lama waktu yang saya butuhkan agar bisa mencapai pencerahan?"

Guru Zen menjawab: "Sepuluh tahun."

Pemuda itu berkata: "Saya ingin mencapai pencerahan lebih cepat dari itu. Saya akan berlatih dengan sangat keras. Bila perlu, saya hanya akan tidur tiga jam setiap harinya. Kira-kira berapa lama waktu yang saya butuhkan agar bisa mencapai pencerahan?"

Guru Zen berpikir sejenak, kemudian menjawab: "Dua puluh tahun."

Friday, November 7, 2008

Rasa Sakit Hanyalah Rasa Sakit Belaka

Seorang murid Guru Zen bertanya kepada Sang Guru.

"Guru, ketika aku berlatih meditasi, aku sangat menderita dan pikiranku tidak bisa fokus. Punggungku sakit, kakiku kesemutan, perasaan tersiksa dan bosan memenuhi pikiranku. Apa aku harus melanjutkan latihan ini Guru?"

"Muridku, rasa sakit itu hanyalah rasa sakit belaka. Penderitaan yang kamu alami adalah sesuatu yang kamu tambahkan pada rasa sakit itu. Biarkanlah semua mengalir apa adanya."

Monday, November 3, 2008

Mencuri Pakaian Raja

Suatu hari ada seorang pencuri yang mengambil pakaian raja di dalam gudang pakaian raja kemudian berlari sejauh mungkin dari tempat itu.

Tak disangka, hanya dalam pelarian sebentar, si pencuri sudah tertangkap. Ia pun diadili sang raja.

"Mengapa kamu mengambil pakaianku?"

Pencuri itu menjawab, "Yang Mulia, pakaian itu adalah pakaian hamba, pemberian kakek hamba pada saya sebelum dia meninggal."

Sang raja yang cerdik hanya mengangguk pelan kemudian berkata, "Kalau begitu, jika memang itu pakaianmu, ambillah kembali dan kamu boleh memakainya sekarang."

Pencuri itu pun amat girang dan ia langsung mengambil pakaian itu dan mencoba mengenakannya. Ternyata pencuri tersebut tidak tahu cara mengenakan pakaian yang dicurinya itu dan kebingungan sehingga wajah pencuri berubah pucat karena bohongnya sudah ketahuan.

Saturday, November 1, 2008

Raksasa Di Sungai

Pendeta di desa terganggu doanya karena anak-anak ramai bermain-main di sebelah rumahnya. Untuk menghalau anak-anak itu ia berseru: "Hai, ada raksasa mengerikan di sungai di bawah sana. Bergegaslah ke sana! Nanti kamu akan melihatnya sedang menyemburkan api lewat lubang hidungnya."

Sebentar saja semua orang di kampung sudah mendengar tentang munculnya raksasa itu. Mereka cepat-cepat berlari menuju sungai. Ketika pendeta melihat hal ini, ia ikut bergabung bersama banyak orang. Sambil berlari sepanjang jalan menuju ke sungai yang enam kilometer jauhnya, ia kembali berpikir: "Memang benar, aku sendiri yang membuat cerita. Tetapi, barangkali benar juga, siapa tahu."