Monday, September 29, 2008

Makanan Untuk Jubah

Suatu ketika, Guru Zen sengaja berpakaian compang camping meminta dana makanan di depan rumah seorang kaya. Orang kaya tersebut mengusirnya dan ia pulang dengan mangkuk kosong.

Tak lama kemudian, Guru Zen kembali ke sana dengan jubah gurunya. Segera ia dipersilahkan masuk dan disuguhi beragam makanan yang sangat lezat. Kemudian sang guru melepaskan jubahnya, melipatnya, dan meletakkannya di atas meja, lalu keluar dari rumah itu seraya berkata: “Makanan ini bukan untuk saya, tetapi untuk jubah ini.”

Sunday, September 28, 2008

Tidak Ada Yang Kekal

Seorang murid menemui Guru Zen dan berkata: “Guru, meditasi saya benar-benar kacau. Saya tidak bisa memfokuskan perhatian saya, pikiran saya selalu melayang. Kaki saya kesemutan, punggung saya sakit, dan saya selalu mengantuk.”

Tanpa berbelit-belit, Guru Zen berkata: “Hal itu akan berlalu.”

Sebulan kemudian, murid tersebut kembali menemui Guru Zen dan berkata: “Guru, meditasi saya sangat sukses! Pikiran saya fokus. Saya merasa tenang dan bahagia!”

Tanpa berbelit-belit, Guru Zen berkata: “Hal itu pun akan berlalu.”

Saturday, September 27, 2008

Bantulah Dirimu Sendiri

Suatu ketika, ada seorang pemuda yang sedang mengalami masalah dalam hidupnya. Ia lalu pergi ke kuil berdoa meminta bantuan kepada Dewi Kwan Im.

Ketika memasuki kuil, ia melihat seseorang sedang berdoa di depan altar Dewi Kwan Im. Wajah dan pakaian orang itu sama persis dengan patung Dewi Kwan Im di altar.

Bertanyalah pemuda itu kepadanya: “Apakah Anda Dewi Kwan Im?”

“Ya!” jawab orang itu.

“Kalau begitu, kenapa Anda berdoa kepada diri sendiri?”

Dewi Kwan Im tersenyum, lalu berkata, “Karena saya juga menghadapi masalah, dan saya tahu, hanya saya sendiri yang bisa membantu diri saya sendiri.”

Friday, September 26, 2008

Ayahku Yang Paling Hebat

Ketika berkumpul dengan teman-temannya seorang pemuda membanggakan ayahnya, “Ayahku adalah seorang pria yang sangat baik. Ia tidak pernah menyakiti orang lain, tidak pernah mencuri. Ia sangat arif dan juga budiman.”

Tak mau kalah, seorang dungu teman pemuda tersebut juga memuji-muji ayahnya.

Begini katanya, "Ayahku adalah orang yang terhormat dan suci. Ia tidak pernah melakukan tindakan asusila, bahkan tidak pernah berhubungan seks.”

Teman-teman lain yang mendengarkan orang dungu itu segera tertawa. Salah satu dari mereka kemudian bertanya, "Lalu, bagaimana kamu lahir?"

Thursday, September 25, 2008

Mengipasi Panci

Seorang laki-laki sedang membuat kue dan menungguinya sambil mengipasi panci kue yang ditaruhnya di atas tungku. Tiba-tiba datang seorang tamu, yang ternyata adalah teman lamanya yang kini menjadi saudagar kaya. Laki-laki ini pun berpikir, "Ah, aku harus menghidangkan kue yang kubuat untuk tamuku".

Kemudian ia kembali ke dapur, dan mengipasi panci yang ditaruh di atas tungku itu tadi agar dingin dan dapat diangkat. Lama ia mengipasi, panci itu tetap saja tidak menjadi dingin. Ia terus mengipasi panci itu.

Temannya yang menunggu lama di luar akhirnya menyusul ke dapur. Setelah melihat apa yang dilakukan laki-laki itu, sang saudagar berkata, "Ya ampun temanku, lihatlah apa yang kaulakukan? Bagaimana mungkin panci itu jadi dingin walau kau kipasi terus karena kau masih menaruhnya di atas tungku yang menyala?"

Wednesday, September 24, 2008

Kucing dan Ceramah

Di sebuah biara tua, hiduplah seorang Guru Agama Buddha yang bernama Tao. Di sekitar biara tersebut, hiduplah seekor kucing, yang sangat jinak kepada Guru Tao. Kucing itu selalu mengikuti ke mana saja Guru Tao pergi.

Suatu hari, ketika Guru Tao berceramah, kucing itu mengikuti Guru Tao ke dalam biara sehingga mengganggu kegiatan ceramah. Guru Tao pun memerintahkan kepada muridnya agar mengikat kucing itu di luar biara selama ia berceramah. Hal ini terjadi berulang kali.

Bertahun-tahun kemudian, ketika Guru Tao telah wafat, kucing yang sama diikat di luar biara ketika ada yang berceramah. Dan, akhirnya kucing itu pun mati juga. Selepas kematian kucing tersebut, dicarilah kucing-kucing lain untuk diikat di luar biara selama ceramah. Hal ini dilakukan secara turun menurun tanpa ada seorang pun tahu hubungan antara kucing dan ceramah. Tak ada seorang pun yang mempunyai nyali untuk bertanya selain meneruskan tradisi tersebut.

Tuesday, September 23, 2008

Ajaran Inti

Seorang pemuda terpelajar menemui Guru Zen untuk berdiskusi mengenai Ajaran Buddha.

“Guru, Ajaran Buddha sangat luas dan dalam. Sebenarnya apakah inti dari Ajaran Buddha yang sesungguhnya?”

“Hentikan kejahatan. Tambah kebajikan. Sucikan hati dan pikiran. Inilah inti Ajaran Para Buddha.”

Monday, September 22, 2008

Yang Terbaik

Seorang gadis yang sudah bertunangan dengan seorang tukang sayur tiba-tiba menerima sepucuk surat dari mantan kekasihnya yang telah menjadi seorang saudagar kaya di ibu kota.

Di surat itu, dikatakan bahwa mantan kekasihnya masih mencintainya dan akan menikahinya asal dia bersedia menunggu kedatangannya.

Si gadis pun membatalkan pertunangannya.

Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Mantan kekasih yang ditunggu si gadis tidak kunjung datang juga. Si gadis pun hidup dalam kesendirian, sedangkan si tukang sayur yang ditinggalkannya sudah memperoleh istri dan hidup bahagia bersama istrinya.

Setelah menunggu selama lima tahun, si gadis menerima kabar bahwa mantan kekasihnya sudah menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Si gadis pun sangat tergoncang jiwanya dan hidup dalam ketidakpastian.

Melihat gadis itu, Guru Zen berkata, “Jika manusia dikuasai api nafsu, sepucuk surat pun bisa menimbulkan penderitaan yang amat panjang. Oleh karena itu, berpikirlah dengan bijaksana, jangan bebani hidup dengan harapan-harapan yang masih belum pasti.”

Sunday, September 21, 2008

Penyesalan

Suatu hari, Guru Zen diminta oleh seorang pedagang agar menasihati isterinya yang tidak mau makan sejak tiga hari yang lalu. Isterinya diliputi kesedihan dan penyesalan yang teramat dalam akibat kematian anak keduanya karena sakit.

“Seandainya aku segera membawa anakku ke tabib, tentu anakku tidak akan mati. Ini semua salahku,” pikiran ini yang terus terngiang-ngiang di kepala isteri pedagang itu.

Guru Zen berkata kepada isteri pedagang itu: “Jangan kamu sesali apa yang sudah berlalu. Makanlah, agar kamu bisa tetap hidup.”

“Saya tidak bisa memaafkan diriku sendiri Guru. Saya merasa tidak layak untuk hidup,” balas isteri pedagang itu.

“Anakmu yang telah mati tidak akan hidup lagi. Tak ada gunanya kamu larut dalam penyesalan. Kamu masih mempunyai kesempatan untuk menjadi ibu yang lebih baik bagi anak-anakmu yang lain.”

Istri pedagang itu pun merenungkan kata-kata Guru Zen.

“Janganlah hidup dalam bayangan masa lalu. Hiduplah di saat ini dan lakukan apa yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat ini.”

Saturday, September 20, 2008

Percayalah Padaku

Suatu ketika, seorang pemuda dari Desa Ta melakukan perjalanan ke Desa Mo di lereng gunung Fan untuk menghadiri pernikahan sepupunya. Di tengah perjalanan, pemuda tersebut terperosok jatuh dari tebing karena kurang berhati-hati. Sewaktu terjatuh ia berhasil meraih akar pohon yang menyembul keluar dan berpegangan padanya sehingga tidak jatuh ke dasar jurang berbatu.

Pemuda itu berusaha memanjat ke atas, namun berkali-kali gagal. Akhirnya ia mulai putus asa dan berteriak minta tolong: “Apakah ada orang di atas? Tolong saya.”

Berkali-kali pemuda itu berteriak namun tetap tidak ada jawaban. Di tengah keputusasaannya, tiba-tiba terdengar suara dari atas: “Akulah dewa penguasa gunung ini. Apa yang engkau kehendaki dariku wahai manusia?”

“Apakah engkau benar-benar dewa penguasa gunung ini? Bisakah engkau menolong saya agar tidak jatuh ke dasar jurang?” tanya pemuda itu.

“Wahai manusia, akulah satu-satunya dewa penguasa gunung ini. Aku tidak akan menolongmu jika engkau masih meragukanku,” jawab pemilik suara.

Pemuda itu berpikir, “Suara itu tampak berwibawa, kelihatannya pemilik suara itu memang benar-benar seorang dewa.”

Pemuda itu akhirnya percaya bahwa suara itu adalah suara dewa.

“Aku percaya padamu wahai dewa. Tolonglah aku,” mohon pemuda itu.

“Jika engkau percaya padaku, engkau harus menuruti setiap perintahku,” balas dewa.

“Baik dewa. Aku akan menuruti setiap perintahmu,” ujar pemuda itu dengan penuh keyakinan.

“Lepaskanlah peganganmu. Kamu tidak akan jatuh karena aku akan membuatmu melayang. Percayalah padaku,” perintah pemilik suara.

Tanpa pikir panjang, pemuda itu melepaskan pegangannya dan langsung jatuh ke dasar jurang. Ternyata suara yang ia dengar adalah suara setan yang ingin mencelakakan manusia, bukan suara dewa.

Tak jauh dari tebing, ada rombongan yang sedang menuju Desa Mo, yang akan melewati jalan yang sama dengan yang dilalui pemuda tersebut.

Friday, September 19, 2008

Pendahuluan

Alkisah di belahan timur, berdirilah sebuah kerajaan kecil yang makmur, yang bernama Kerajaan Tan. Kerajaan itu dipimpin oleh Raja Yun, seorang raja yang bijaksana dan menekuni ajaran Buddha.

Di kerajaan itu, hiduplah seorang Guru Agama Buddha yang bernama Zen. Guru Zen ini tinggal di sebuah biara bersama murid-muridnya, dan setiap hari beliau berkeliling mengajarkan Ajaran Buddha.